Selasa, 20 November 2012

Al-Qur’an dan Ilmu Alam


Kita dapat menuliskan di sini secara ringkas peran Al-Qur’an bagi ilmu alam modern atau klasik atau peran ilmu ini bagi Al-Qur’an yang mulia, antara lain:

Bukan tugas Al-Qur’an untuk menjelaskan ilmu alam secara terperinci. Akan tetapi, membiarkan akal manusia untuk melakukan kajian dan penelitian sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya dalam mengungkap tabir misteri alam raya, dengan perangkat dan fasilitas yang dimiliki.
Al-Qur’an kadang-kadang memaparkan apa yang dipaparkan oleh penelitian untuk mengikatkan tentang kesempurnaan dan keindahan Allah subhanahu wa ta’ala agar semua itu dapat menjadi  sarana ma’rifatullah dan wahana untuk meningkatkan keimanan kepada-Nya, sebagaimana mendorong untuk selalu melakukan penelitian dan analisis terhadap alam.
Al-Qur’an menutup diri dalam membahas sistem jagad rayanya secara detail yang berkaitan dengan ilmu alam ini. Hal ini dilakukan untuk memberi petunjuk kepada orang-orang tertentu (ilmuwan) dan untuk menegaskan bahwa kitab ini berasal dari Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Mahabijaksana.
Uslub yang digunakan oleh Al-Qur’an dalam berbicara tentang fenomena alam sangat menantang: global, terperinci, dan jelas. Uslub ini dapat menyentuh fitrah dan dapat memuaskan akal pikiran ilmu pengetahuan, di samping tidak mungkin keluasan makna lafadznya bertentangan dengan hasil penelitian ilmiah sepanjang masa. Ini adalah segi kemukjizatan Al-Qur’an yang paling dalam.
Al-Qur’an dengan uslub seperti ini menjadi kitab suci yang berbeda dari kitab-kitab yang diklaim sebagai kitab Taurat dan Injil. Kitab Taurat dan Injil, dalam tanda kutip, dipenuhi dengan cabang-cabang ilmu pengetahuan alam yang dijelaskan secara terperinci, dan mencakup rincian komprehensif yang membicarakan tentang fenomena alam, serta membahas tentang potret materialisme dalam setiap sendi-sendinya. Akibatnya, semua bentuk dan hukum di atas selalu berseberangan dengan hasil penelitian ilmiah yang kredibel. Akhirnya, nilai ilmiahnya jatuh di hadapan ilmuwan dan tidak dapat dibangkitkan lagi. Hal itu terjadi ketika perseteruan sengit antara pihak gereja dan para ilmuwan berkobar, seperti dalam kasus Galileo Galilei[44] dan beberapa ilmuwan lainnya. Dan pertempuran pemikiran pun berakhir dengan kemenangan para ilmuwan. Lain halnya dengan Al-Qur’an, ia adalah kitab yang mendukung kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sejak diturunkannya di dalam hati Muhammad shalallahu ‘alayhi wa sallam dan menerangi dunia sampai saat ini. Al-Qur’an tidak akan bertentangan dengan teori ilmu pengetahuan yang benar, dan ia tidak akan berseberangan dengan eksistensi alam yang benar. Al-Qur’an tidak akan mendatangkan kebatilan, di depan dan di belakangnya, sebab ia diturunkan oleh Dzat Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah tidak dibenarkan menentang ayat-ayat Al-Qur’an dengan argumentasi hasil penemuan ilmu pengetahuan, sebab hasil penemuan itu telah terbukti sebelumnya. Di samping itu, penemuan-penemuan yang diduga oleh akal yang terbukti pada masa-masa tertentu, akan dibantah pada masa yang lain. Dan hal ini adalah hukum atau ciri kemajuan ilmu pengetahuan sebagaimana yang akan anda lihat pada bagian berikutnya. Sedangkan penafsiran yang memadukan antara iman dengan ayat Al-Qur’an, dan mendukung penemuan-penemuan ilmu pengetahuan, adalah alternatif yang  baik untuk diambil.
Kesimpulan yang lainnya adalah bahwa tidak boleh berhenti dalam melakukan penelitian ilmiah terhadap materi jagad raya kerena mengaca kepada Al-Qur’an. Padahal, Al-Qur’an penuh dengan dorongan dan motivasi untuk menganalisis alam dan kewajiban menambah wawasan.

“Dan katakanlah: ‘Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.’“ (QS. Thahâ [20] : 114)

Mudah-mudahan setelah itu Anda melihat rahasia ayat ini dengan membaca ayat:

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya” (QS. Al-Isrâ’ [17] : 36)

Ayat pertama (Qur’an surat Thâha ayat 114) mendorong untuk mengetahuai hal-hal yang mungkin untuk diketahui dalam penelitian ilmiah. Sedangkan ayat kedua (Qur’an surat al-Isrâ’ ayat 36) adalah larangan mengerjakan sesuatu tanpa pengetahuan.


[44] Galileo Galilei (1564-1642 M), ilmuwan Italia yang berkecimpung dalam bidang astronomi, matematika dan fisika; peletak dasar ilmu eksperimen modern. Pertama kali belajar dan mempelajari bidang kedokteran. Kemudian keinginan meneliti bidang matematika dan fisika lebih kuat. Dia menyimpulkan dengan eksperimen-eksperimennya bahwa frekuensi bandul jam sama, sekalipun luasnya berubah. Dia juga penemu neraca air pertama kali. Dia menemukan kesalahan-kesalahan dalam pernyataan-pernyataan Aristoteles tentang gerakan benda. Dia menemukan bahwa teori Aristoteles gugur dengan adanya kecepatan yang sama membentuk garis parabola. Pada tahun 1609 M dia menemukan teleskop angkasa yang dapat melihat bahwa atap bulan berbentuk gunung-gunung. Dan jumlah Bima Sakti tak terhitung. Dia menemukan empat planet, Yupiter, mempelajari planet Venus dan letak matahari. Dia juga menguatkan teori Copernicus tentang bulatnya bentuk bumi. Lihat, Mawsû’at al-‘Arabiyah al-Muyassarah, Muhammad Syafiq Gharbâl, Jilid 1 hlm. 597, Beirut: Dâr al-Jabal, 1995 M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menarik
Lucu
Keren